PAINTING Restoration and Conservation bukan jurusan yang
bisa dijumpai di setiap negara, apalagi di perguruan tinggi.
Ketidakpopulerannya selama ini diyakini semata-mata karena informasinya masih
sangat langka. Padahal, karirnya sangat cerah dan jumlah lulusannya di
Indonesia hanya 1 atau 2 orang saja.
Sejak semula Monica, begitu panggilannya, memang suka dengan
desain. Ia melanjutkan studinya ke Interior Design di RMIT, Australia dan lulus
tahun 2004. Ketika kuliah, ia sempat mengikuti study tour ke Mexico dan di
negeri itulah ia jatuh cinta pada museum, khususnya Visual Art Museum, yakni
museum yang mengoleksi dan memamerkan karya seni visual.
Sepulang dari sana ia memantapkan niatnya untuk melanjutkan
studi S2 nya di bidang Museum Management dan berniat menjadi entrepreneur di
bidang yang minim peminat ini.
Pilihannya jatuh pada Instituto di Spinelli, di Florence,
Italia. Alasannya simpel. Ia ingin belajar sesuatu di pusatnya. Italia adalah
negara dengan jumlah museum fantastis. Ada ribuan museum berbagai jenis dan
skala di sana. Ini tidak lepas dari kultur orang Italia yang sangat gemar
mengumpulkan segala sesuatu yang unik. Disana ada museum sepatu, museum tas,
berbagai macam museum yang mengoleksi mobil dan motor, dan masih banyak lagi.
Pilihan studinya jatuh pada jurusan Museum Management.
Setahun sebelum program dimulai, Monica mendalami bahasa Italia di sana dengan
mengambil kursus intensif. Maklum, semua mata kuliah dan kegiatan akademik di
kampusnya dalam bahasa setempat. Bukan itu saja, karya tulis tugas akhirnya
juga dalam bahasa Italia.
Di antara 9 mata kuliah yang diajarkan, Monica tertarik pada
bidang Restoration, yakni bidang yang khusus mempelajari berbagai metode, teknik merawat dan memulihkan karya seni. Bidang Art Restoration inilah yang
kemudian dijadikan karya tulisnya pada tugas akhir. Seluruh program ini
diselesaikan dalam 20 bulan.
Selama di Italia, Monica menjalani kuliahnya dengan sangat
serius. Untuk memastikan bahwa ia sungguh memahami materi kuliah, tidak jarang
Monic mengambil beberapa mata kuliah pada Summer Course, atau kuliah musim
semi, lalu mengambilnya kembali di semester berikutnya. Jadi ada beberapa mata
kuliah yang ditempuhnya 2 kali. Bukan main.
Selama kuliah ia sempat menjalani program magang di sebuah
perusahaan konsultan museum. Mestinya program ini berlangsung 3 bulan, tetapi
Monica memperpanjangnya hingga 10 bulan. Perusahaan ini memberikan jasa
konsultasi dan layanan bagi siapa saja yang berencana mendirikan museum. Salah
satu proyeknya adalah merancang Museum Ducati, milik perusahaan motor sport
Ducati yang terkenal itu.
Pengalaman lainnya adalah menyelenggarakan Music Concert di salah satu situs bersejarah di Florence. Ini jenis pekerjaan yang lebih menuntut pemahaman bidang Event Management, salah satu mata kuliah yang ditempuhnya di sana. Ternyata kemampuan menyelenggarakan event termasuk skill penting di jurusan ini agar menarik minat publik untuk datang ke museum.
Sepulang ke Indonesia, Monica mulai menangani painting restoration service nya. Awalnya hanya iseng tanpa mematok tarip. Namun karena banyak yang puas, berita tersebar di kalangan para kolektor pribadi dan pelaku bisnis benda seni. Akibatnya order membengkak.
Dalam sebulan ia bisa mendapatkan 15 hingga 20 lukisan yang perlu dirawat. Dulu ia mengawali jam kerjanya pada pukul 7 pagi dan selesai bekerja pada jam 11 malam. Kerja keras seperti ini berlangsung hingga tahun 2007. Kemudian ia mempekerjakan 10 orang staf untuk membantu mengerjakan bagian-bagian yang mudah.
Semakin tinggi “jam terbang”nya, semakin bertumpuk
pelanggannya. Kini ia harus mulai memikirkan kualitas layanan ketimbang
keuntungan materi semata. Ia perlu membatasi jumlah lukisan yang ditanganinya
kalau ingin tetap mempertahankan kualitas layanan. Lagipula pekerjaan seperti
ini tidak bisa diwakilkan kepada orang lain begitu saja, mengingat lukisan yang
dirawat biasanya berharga sangat mahal. Salah satu lukisan yang pernah jadi
‘pasien’nya adalah salah satu karya pelukis legendaris, Pablo Picasso. Asal
tahu saja, lukisan karya Picasso ada yang dihargai ratusan milyar rupiah.
Seiring berkembangnya bisnis painting restoration nya, kini Monica juga disibukkan dengan proyek membangun dan mengelola Art:1, sebuah Art Gallery merangkap Art Museum. Galeri seni Mondecor yang berdiri 30 tahun lalu di bilangan Jl. Gunung Sahari dipindahkan ke gedung baru berlantai 3 yang jauh lebih besar di bilangan Kemayoran.
Monica Gunawan dan staff di Lab. Art:1 dengan salah satu lukisan yang
jadi “pasien”nya. (Foto: jawabanku.com)
Bukan itu saja. Monica mengubah Mondecor menjadi sebuah
galeri dan museum seni dengan konsep yang sama sekali baru, setidaknya di
Indonesia, dimana orang bisa melakukan bermacam-macam kegiatan. Di gedung
bergaya minimalis inilah setiap hari Monica sibuk mengelola Art School, Art
Cafe, Art Gallery, dan Art Museum, dan menyelenggarakan berbagai event, baik
untuk pameran seni maupun untuk acara gathering dari beberapa komunitas
kedutaan besar dan kalangan ekspatriat di Jakarta.
Sumber: jurusanku.com
Editor: Farida Denura