Musim Pasola, Saatnya Datang ke Pulau Sumba


 Musim Pasola, Saatnya Datang ke Pulau Sumba Pasola / Foto: Dinas Pariwisata Sumba Barat Daya

ARAHDESTINASI.COM: Pasola menjadi salah satu daya tarik Pulau Sumba yang sulit diabaikan. Atraksi adat itu menjadi magnet kehadiran wisatawan lokal dan mancanegara. Meski tanggalnya tak pasti karena penentuannya berdasarkan hitungan adat yang ditentukan oleh kepala suku, namun bulannya selalu Februari dan Maret.

Dua bulan itu banyak ditunggu wisatawan dan menjadi salah satu agenda yang dinanti-nanti agen-agen perjalanan. Di dua bulan itu, pasola digelar berpindah-pindah tempat di dua kabupaten, Kabupaten Sumba Barat dan Sumba Barat Daya.

Pasola merupakan atraksi perang tradisional yang dilakukan untuk persahabatan. Kuda-kuda dihias cantik, begitu pun penunggangnya. Ketika beraksi, penunggangnya membawa senjata berupa lembing panjang tumpul dari kayu.

Diiringi pekikan penonton pendukung, dua kelompok saling berhadapan, berputar, mencari kesempatan untuk melempar lembing. Meski tumpul, kekuatan lemparan dan gerakan kuda cukup menyakitkan, sehingga bisa membuat penunggangnya jatuh. Namun, tidak ada dendam. Jika penasaran ingin mengalahkan lawan yang membuat terjatuh, bisa dilakukan di atraksi adat pasola berikutnya.

Sebelum Pasola, masyarakat dua kabupaten itu sebelumnya melaksanakan pesta nyale, penangkapan cacing laut. Ketua adat akan berkomunikasi dengan leluhur, menetapkan tanggal, dan boleh percaya boleh tidak, di tanggal yang sudah ditetapkan muncul cacing-cacing laut dalam jumlah besar. Atraksi tangkap nyale ini juga ditunggu banyak wisatawan.

IMG_6872

Pasola
Ada beberapa versi asal-mula Pasola yang didapat dari cerita mulut ke mulut dan dari para tetua adat. Konon, pada zaman dulu hidup putri cantik jelita bernama Mbiri Kyoni yang hidup sederhana bersama ibunya Kenggar. Kecantikannya mengundang banyak pemuda. Mereka datang untuk mempersunting. Tidak ada yang mau mengalah, meski harus berperang sekali pun.

Untuk menghindari pertumpahan darah, Mbiri Kyoni memilih jalan pintas, bunuh diri. Setelah dimakamkan, di atas kuburnya tumbuh tanaman padi yang kemudian menjadi sumber kehidupan. Melalui mimpi ibunya, Mbiri Kyorni berpesan agar masyarakat merawat tanaman tersebut. Ketika panen tiba, tepatnya di bulan purnama, muncul putri cantik jelita bernama Inya Nale di Pantai Kodi.

Kecantikannya membuat para lelaki dewasa kembali berdatangan dan berniat mempersunting. Mereka rela mati dan bertempur. Untuk menjaga kedamaian, Inya Nale mengatakan akan kembali ke tanah asalnya dan datang kembali ke perairan 30 hari kemudian. Dia juga berpesan pada waktu yang sama akan datang setiap tahun.

Inya Nale memenuhi janjinya. Di waktu yang sudah ditetapkan, di atas permukaan air laut yang tenang tanpa gelombang, terhampar mahluk hidup yang menyerupai cacing laut yang diyakini sebagai penjelmaan Inya Nale. Masyarakat Kodi percaya, Inya Nale yang bermetamorfosa menjadi Nale adalah dewi utusan Sang Pencipta (Mawolo Marawi), yang membawa berkat kesuburan, kemakmuran, dan kejayaan masa panen.

Masyarakat Kodi sangat menghormati peristiwa Mbiri Kyoni dan Inya Nale yang harus dikenang secara religius melalui suatu prosesi adat dalam bentuk tradisi Ritus Nale. Sebagai ucapan syukur, dilaksanakan Pasola, simulasi perdamaian massal sebagai bentuk ucapan syukur karena terbebaskan dari perseteruan dan peperangan. Pasola juga bentuk syukur atas berkat hasil panen dan ternak peliharaan. (*)

 

 

 

 

Editor : Farida Denura

Jawa Tengah Terbaru